Mobil Rio kali ini diwarnai celoteh Ify, tak lagi sunyi seperti saat keberangkatan tadi yang lebih cenderung menegangkan untuk keduanya. Gadis itu seakan menemukan lagi jiwanya setelah mendengar penjelasan Rio. Begitu pula Rio yang berhasil meyakinkan Ify untuk tetap bertahan.
Bila aku jatuh cinta..
Aku mendengar nyanyian seribu dewa-dewi cinta menggema dunia..
Bila aku jatuh cinta..
Aku melihat matahari kan datang padaku dan memelukku dengan sayang..
Sebuah lagu yang diputar dari radio tape di mobil mewah itu menghentikan sejenak aktivitas Ify. Ia memilih diam memperhatikan lagu itu. Lagu yang menurutnya memiliki arti yang begitu dalam, musik yang sederhana justru membuat makna yang ada di dalamnya lebih tersampaikan.
“romantis ya kak lagunya?” tanya Ify dengan raut berseri meminta pendapat Rio yang sedang berkonsentrasi menyetir, berharap lebih jika Rio memikirkan hal yang sama dengannya.
“berlebihan gitu.” Jawab Rio seadanya. Tak sedikitpun ia mengalihkan perhatiannya dari jalanan kepada Ify.
Ify mengerucutkan bibirnya. Ia sama sekali tak puas dengan jawaban Rio, malah justru sebal.
“ihh.. kakak nggak romantis!”protes Ify sambil melipat kedua tangannya di depan dada kemudian membuang mukanya, memilih melihat pemandangan yang membentang di tepi jalanan yang mereka lewati.
“lah? ya emang aku begini.” kata Rio membela diri.
“nyebelin!” seru Ify kesal
“childish!” balas Rio dengan nada yang sama dengan Ify.
“galak!”
“cengeng!”
“keras kepala!”
“manja!”
“egois!!!!” Ify berteriak tak mau kalah.
“I love you..” ucap Rio lembut sambil meletakkan telunjuknya di bibir Ify dan menatapnya lembut sekilas sebelum kembali fokus menyetir. Ify terdiam, memilih kembali mengalihkan padangannya ke arah lain, menyembunyikan rona merah yang kembali menyulur di kedua pipinya.
Tak menemukan sesuatu yang menarik untuk dilihat, Ify kembali menatap Rio. Menatap mata sayu namun sangat membunuh milik kekasihnya. Mata yang selalu mampu membuatnya bertekuk lutut pada laki-laki tampan itu. Beruntung sekali Rio karena Sang Pencipta menganugerahkan senjata seampuh itu padanya.
Merasa terus diperhatikan, Rio menoleh sekejap pada Ify.
“kamu boleh kedip, Fy, aku janji muka aku enggak berubah.” Seloroh Rio kalem.
“apaan sih?” Ify salah tingkah karena tertangkap basah sedang memperharitikan Rio tanpa berkedip. “aku baru sadar, Alvin lebih ganteng dari kamu ternyata!” goda Ify mengalihkan perhatian.
“ohh.. fine, you can go with him, and forget me.” Balas Rio sarkatis. “and don’t wish you meet me next time.” Lanjutnya. Ia benar-benar tak suka Ify membicarakan Alvin di hadapannya, apa lagi dibandingkan dengan laki-laki yang jelas-jelas sedang berusaha keras memisahkannya dengan bintang hatinya. Ify dapat melihat tatapan Rio yang kembali dingin dan tangan kekarnya mencengkeram stir kuat-kuat. Dan Ify sadar jika ia baru saja salah bicara, dan ia sadar ternyata Rio seorang pencemburu berat.
“sorry, I didn’t mean to hurt you, really..” ucap Ify lirih. Ia menggigit bagian bawah bibirnya menunggu reaksi Rio.
Melihat reaksi Ify yang begitu merasa bersalah dan sedikit ketakutan, Rio membuang jauh-jauh emosinya kemudian mengacak-acak lembut puncak kepala Ify.
“jangan lakuin lagi! Aku nggak suka.” Perintah Rio sambil tersenyum.
Ify mengangguk senang karena mengetahui Rio tak marah padanya.
“ternyata kamu itu cemburuan berat ya?” tanya Ify sambil terkikik geli.
“aku cuma terlalu cinta sama kamu.” Jawab Rio sambil meraih tangan Ify dan menggenggamnya erat-erat.
“aku kangen Acha, kita jemput dia yuk!” ujar Ify semangat. Rio hanya mengangguk mengiyakan.
***
Gadis kecil yang begitu cantik itu berlari menyongsong dua orang yang sedang menunggunya sambil bersandar pada mobil sang kakak. Rok merahnya ikut menari mengikuti gerakan tubuhnya, manis sekali. Rambutnya bergerak naik-turun mengikuti irama langkahnya, lucu sekali seperti kelinci mungil.
“kak Ify!!” seru Acha sambil melompat memeluk Ify.
“hallo, sayang! Apa kabar kamu?” jawab Ify sambil mebalas pelukan Acha.
“baik! Kakak juga kan?”
Mereka berdua asik bercanda tanpa mempedulikan keberadaan Rio yang berdiri tak jauh dari mereka.
“ohh.. kakak cuma dianggurin ni?” sela Rio setelah mendehem untuk mencuri perhatian adik dan kekasihnya, memasang ekspresi marah, hanya bercanda tentu saja.
“ihh.. ada yang sirik, Cha.” Balas Ify sambil merangkul Acha dengan tangan kirinya, sementara tangan kanannya mengacak-acak gemas poni Rio.
“makan es krim aja, yuk!” ajak Rio memberi usul. Ify dan Acha mengangguk semangat kemuadian bergegas kembali memasuki mobil Rio.
***
Kecerian mewarnai salah satu meja yang berada di sebuah kedai es krim yang cukup terkenal di kota ini. Kedai es krim favorit Acha. Semenjak tadi gadis kecil itu asik bercerita tentang banyak pengalamannya pada Ify sambil memakan es krim pesanannya. Ify dengan senang hati mendengarkannya. Mereka terkesan seperti sepasang kakak beradik yang sebenarnya, sama sekali tak terlihat jika Ify hanya kekasih dan sang kakak lawan bicaranya.
Sementara itu Rio lebih memilih diam memperhatikan keduanya tanpa berniat mengganggu. Ia tau Acha rindu sekali pada Ify, begitu juga sebaliknya.
“kak Ify, tau sesuatu?” tanya Acha tiba-tiba. Ify menggeleng karena memang ia tak tau apa yang akan dibicarakan Acha. “kakak sama kak Rio itu cocok banget!” lanjut Acha sedikit histeris.
Ify terkikik geli mendengarnya. Sementara Rio hanya tersenyum tipis penuh persetujuan.
“tapi kakak kamu galak, otoriter, egois lagi, Cha.” Curhat Ify sambil melirik Rio.
“ya seperti itu, sama persis seperti tuan besar Haling, kaya kata bu guru, buah jatuh tak jauh dari pohonnya!” seloroh Acha menirukan gaya seorang cendikiawan saat menyimpulkan sesuatu.
“tuan besar Haling kan papa kamu juga, kamu juga begitu dong, lagian bisa aja tu buah jatuh jauh dari pohon kalau dimakan kelelawar.” Sela Rio tak terima.
“Acha kan mirip mama!” timpal Acha penuh kemenangan.
“tu kan, Cha! Benerkan kata kak Ify?” kata Ify yang baru saja mendapatkan bukti dari apa yang baru saja ia katakan.
Acha mengangguk setuju.
Tiba-tiba saja Rio tertawa renyah saat Acha dan Ify justru sedang diam. Geli melihat Ify makan es krim dengan berantakan, sisa es krim menempel di sekitar mulutnya, sama seperti Acha, namun bagaimanapun usia mereka berbeda, wajar untuk seusia Acha makan dengan cara seperti itu, tapi tidak untuk Ify. Tanpa sungkan Rio membersihkan sisa es krim itu dengan tangan kanannya. Seketika Ify terpaku merasakan sentuhan lembut Rio, jantungnya kembali berdetak tak wajar dengan perlakuan spesial pangeran tampan itu.
“makan jangan kaya anak kecil dong..” nasehat Rio. Ify hanya mengangguk pasrah dengan tatapan yang masih terkunci pada wajah tampan kekasihnya.
“udah belum?” tanya Acha dengan mata yang ia tutup dengan kedua telapak tangannya. Gadis kecil nan polos itu tak ingin melihat kemesraan sang kakak dengan kekasihnya. Seperti apa yang gurunya pernah katakan, belum waktunya bagi anak seusianya bermain cinta-cintaan. “kata bu guru Acha nggak boleh liat orang pacaran.” Lanjut bocah itu masih dengan kepolosannya.
“upss..” ceplos Ify tak enak. Hampir saja ia dan Rio melupakan keberadaan Acha.
“udah, Cha.” Jawab Rio sambil mangacak-acak gemas puncak kepala sang adik dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam erat tangan Ify yang berada di pangkuan gadis itu, Acha pasti sulit melihat langsung melihatnya karena tertutup meja. Ia memberi isyarat pada Ify untuk tidak melepas genggamannya.
Ify tertawa geli melihat kelakuan konyol dua kakak beradik ini. Ia merasa sangat nyaman berada di tengah mereka, mereka yang selalu tulus menyayanginya.
“pulang, yuk, kak! Acha punya banyak tugas.” Ajak Acha sambil beranjak dari tempat duduknya, berlari menuju mobil Rio tanpa menunggu jawaban.
Mau tak mau, Rio dan Ify segera mengikutinya.
Ify terdiam sejenak saat merasakan tangan kanan Rio mlingkar di pinggangnya. Sebuah pikiran konyol berkembang di otaknya, bagaimana kalau jatungnya bocor karena perlakuan Rio yang selalu membuat salah satu organ tubuhnya itu bekerja lebih keras?
“ayo, jalan!” ajak Rio karena Ify berhenti mendadak.
Dengan wajah polosnya Ify menunjuk tangan Rio yang berada di perutnya.
“nggak boleh?” tanya Rio sambil menaikan sebelah alisnya dan melepas rengkuhannya. Kemudian dengan santainya ia berjalan menuju mobilnya meninggalkan Ify tanpa menunggu jawaban.
Ify memutar bola matanya, sebal dengan ulah Rio yang sama sekali tak bisa ditebaknya.
***
Pemuda tampan berkulit putih itu kembali menjejakan kakinya di pemukiman kumuh yang sudah beberapa hari ini tak di datanginya. Dengan terpaksa ia menunda janjinya pada gadis manis yang menolongnya tempo hari hanya untuk mengejar Ify.
Ia kembali datang untuk memenuhi janjinya dan mencoba mencari sebuah ketenangan di tempat ini. Dari jauh, sayup-sayup sudah terdengar nyanyian riang bocah-bocah yang memecah sepi di deretan rumah tanpa cela antara satu dan lainnya ini.
Sudah lewat dua puluh tujuh menit dari pukul tiga, Alvin –pemuda tadi- yakin jika Agni sudah pulang dari sekolah dan sekarang sedang mengajar anak-anak dari sekitar perkampungan.
Benar dugaannya, gadis mungil itu tengah memainkan sebuah gitar sambil menyanyikan sebuah lagu di hadapan murid-muridnya saat Alvin memasuki pondok.
Agni menyadari kedatangan Alvin, namun ia tetap berusaha biasa saja, berpura-pura tak menyadari keberadaan lelaki bermata sipit itu. Jujur, ia tak suka pada orang yang senang melanggar janji, dan Alvin melakukannya, tak ada alasan bagi gadis itu untuk tidak marah.
Alvin bersandar di pembatas pondok yang terbuat dari bilah bambu yang terpasang setinggi panggulnya. Hanya tak ingin mengganggu kegiatan yang sedang berlangsung di hadapannya. Ada ketenangan tersendiri yang ia dapatkan saat mendengar paduan suara dari anak-anak lugu itu, walaupun dengan suara seadanya, setiap nada dan lirik yang mereka keluarkan memiliki arti sendiri dan terasa lebih bermakna, sebuah masterpiece berjudul Laskar Pelangi mereka bawakan dengan cara mereka diiringi petikan gitar Agni. Petikan gitar Agni yang ternyata luar biasa untuk ukuran seseorang yang hanya belajar otodidak tanpa bimbingan ahli. Mungkin gadis itu memang mewarisi bakat alam dalam bermusik.
Tiga puluh menit kemudian, kumpulan anak-anak itu berhamburan lari keluar pondok dengan riang karena jam belajar mereka di sini memang sudah habis. Seketika tempat itu terasa sunyi, menyisakan Agni yang masih sibuk membereskan buku yang berantakan dan Alvin yang belum juga beranjak dari tempatnya.
“gue kira lo amnesia, lupa sama janji sendiri.” Kata Agni tiba-tiba, terdengar sangat sinis di telinga Alvin. Entah kenapa hati kecil Agni justru tak rela jika kenyataan itu lah yang sebenarnya terjadi.
“gue banyak masalah, maaf.” Balas Alvin mencoba sabar. “gue kangen sama lo, sama tempat ini.” Lanjut Alvin jujur.
DEG!
Jantung Agni serasa ingin melompat dari tempatnya mendengar ucapan manis Alvin. Namun buru-buru ia menggelengkan kepalanya, sebelum hal itu benar-benar terjadi.
“orang kaya emang selalu punya omong gede ya?” sindir Agni lagi.
“please, lo jangan bikin gue marah, emosi gue bener-bener labil sekarang.” Balas Alvin, terdengar sedikit memohon.
“terus elo ngapain ke sini lagi?”
Agni sama sekali belum menatap Alvin, dan kini ia lebih berkonsentrasi pada tumpukan buku di hadapannya. Menatanya kembali ke dalam rak.
“bayar janji gue dan mencari ketenangan, biar lo nyebelin, dengan berat hati gue akui lo selalu bisa buat gue lupa sama masalah gue.”
Spontan Agni menoleh pada Alvin, mencari sebentuk keseriusan di wajah tampan itu dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Sepertinya memang Alvin berkata sejujurnya. Hati Agni melonjak tersanjung mendengarnya.
“masalah apa?” tanya Agni mulai terpancing pembicaraan Alvin.
“masalah hati, bingung kan lo?”
“masalah hati mah cuma elo sendiri yang bisa jawab.”
“Ag, menurut lo, cinta itu apa?”
“cinta.. itu ibarat sebuah lagu, tercipta hanya untuk membahagiakan pendengarnya, cinta juga ada untuk membahagiakan seseorang yang mendapatkannya.”
“so? Jika kita nggak membuat orang yang kita cinta bahagia itu namanya bukan cinta?” Alvin mencoba mengambil kesimpulan dari teori Agni.
“ya!” jawab Agni mantab.
Lagi-lagi Alvin terkesan dengan kata-kata Agni. Waktu-waktu berikutnya ia habiskan dengan bercanda dan bertukar pikiran dengan gadis sederhana itu. Benar-benar cara ampuh untuk melupakan semua dendam dan emosinya pada Rio dan Ify.
***
Ify tampak gelisah. Ia terus menggigit bibirnya sambil memainkan jemarinya mencoba mengatasi semua rasa takutnya. Rio benar-benar membuatnya gila kali ini, ia nekat mengantarnya pulang setelah mengantar Acha kembali ke rumah.
Jarum jam yang melingkar di tangan kiri Ify menunjukan hampir pukul enam sore. Jantung Ify makin berdebar tak karuan, karena biasanya di jam-jam seperti sekarang ini ayahnya berada di rumah untuk makan malam.
Dari ekor matanya, Rio dapat menangkap gelagat Ify. Tak tega juga ia melihatnya.
“tenang, Fy! Kalau kena pukul juga pasti aku yang kena, nggak mungkin kamu.” Ucap Rio sedikit bercanda agar ketegangan Ify sedikit mengendur.
“justru aku nggak mau kamu kenapa-napa!” jawab Ify sedikit kesal karena sepertinya Rio tak mengerti perasaannya.
Satu tangan Rio meraih tangan Ify. Mengecup lembut jemari lentiknya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.
“aku rela, asal kamu baik-baik aja.” Timpal Rio sungguh-sungguh. “kalau kamu minta aku ketemu papa kamu sekarang juga aku siap.” Tambahnya dengan tenang, seakan semuanya sangat mudah.
“kak Rio.. please! Jangan gila dong.” Ify mulai menyerah juga menghadapi Rio.
“siapa yang buat aku gila? Kamu kan?”
Rio semakin menggenggam erat tangan Ify, bermaksud memberi gadisnya itu kekuatan.
“kak Rio, kenapa kakak bisa seyakin ini? Kakak sadar enggak sih benteng itu terlalu kokoh?” tanya Ify dengan nada sedikit keras seraya menyentakkan tangannya dari genggaman Rio.
Rio menepikan mobilnya agar dapat fokus berbicara pada Ify.
“liat aku!” perintah Rio tegas. Ia menggunakan telunjuknya untuk mengangkat dagu tirus Ify agar gadis itu mau menatapnya. “cinta itu perlu pengorbanan, Fy! Dan ini pengorbanan kita, aku percaya semakin besar pengorbanan yang akan kita lakukan, semakin kuat juga ikatan cinta kita.” Jelas Rio sungguh-sungguh.
“maaf, kak.. aku nggak bermaksud ragu atau..” ucapan Ify terhenti karena isakan tangisnya, air matanya tak mampu lagi ia bendung. “aku cuma nggak mau kakak kenapa-kenapa, aku sayang banget sama kakak.”
“jangan nangis! Jadi cewek kuat, buat aku! Aku nggak bisa liat air mata kamu.” Lirih Rio sambil menghapus air mata yang jatuh di pipi Ify. “kamu tau? Senyuman kamu jauh lebih ampuh dari suplemen apapun!” lanjut Rio sambil tersenyum.
“ngegombalnya nggak banget ihh..!” gerutu Ify sambil menghapus sisa air matanya.
“ya makanya kamu jangan nangis! Kamu kan tau aku nggak pinter ngerayu..” ucap Rio sambil membelai rambut di puncak kepala Ify.
Ify kembali tersenyum. Ia yakin, ia tak akan bisa menjalani semuanya jika bukan Rio yang ada di sampingnya, jika bukan Rio yang mendampinginya.
“kak Rio, hari ini hari paling indah yang pernah aku alami, semuanya karena kamu.” Ucap Ify girang.
“aku lebih, mungkin kalau kamu nggak hadir di sini..” Rio menggantung kalimatnya dan menyentuh dada kirinya, tepat di jantungnya. “aku masih jadi robot tanpa perasaan, makasih untuk semuanya, terlebih hari ini.”
“gimana nggak makasih orang kamu ngelaba mulu!?” sungut Ify.
“nggak iklas?” tanya Rio berpura-pura marah.
“nggak iklas juga udah kejadian.” Ify mengerucutkan bibirnya, sebal pada Rio.
Rio mengacak-acak lembut rambut Ify, gemas dengan ekspresi Ify.
“aku sayang kamu..” bisik Rio tepat di sebelah telinga Ify dan kemudian meninggalkan tanda manis di pipi kiri gadisnya itu dengan gerakan cepat.
Ify kembali menunduk, namun kali ini untuk menyembunyikan pipinya yang mungkin sudah semerah buah tomat.
Tak lama Ify merasakan terbang ke awang-awang dibawa oleh dewa Amore, ia kembali merasa terhempas jauh ke bagian bumi paling bawah saat melihat sebuah mobil Mercedez Benz berwarna silver yang berhenti tepat di depan mobil Rio. Mobil yang sudah sangat dihapalnya. Nomor polisi yang tertera di bagian belakang dan depan mobil mewah itu pun pasti membuat orang yang melihatnya terkesan dan akan sulit lupa. B 01 U. Mobil milik tuan besar Umari, yang tidak lain adalah ayah Ify.
“pap.. papa..” gumam Ify terbata.
“itu papa kamu, Fy?” tanya Rio tenang.
Ify mengangguk.
“kita harus gimana?” tanya Ify terdengar sangat pasrah.
“let him know about us.” Jawab Rio sambil tersenyum memberi Ify keberanian dan kekuatan.
Ify kembali memusatkan pandangannya ke arah depan. Masih ada sisa-sisa harapannya jika sang ayah berhenti bukan karena melihat keberadaannya di mobil Rio.
Seorang laki-laki setengah baya dengan perawakan yang masih terlihat gagah keluar dari mobil mewah itu setelah pengawalnya membukakan pintu. Tuan Pratama Aji Umari. Ia menatap garang ke dalam mobil seakan dapat menangkap jelas siapa saja yang berada di dalam mobil itu. Sepertinya harapan Ify kini harus tinggal harapan.
Ketukan di kaca pintu di sebelah Ify. Pengawal pak Tama yang memaksa keduanya –Rio dan Ify- untuk segera keluar menemui tuannya.
“ayo turun!” ajak Rio sambil menarik handle pintunya.
Tanpa pikir panjang, Ify segera menyusul Rio.
Di depan sang ayah Ify menundukkan wajahnya dalam-dalam, sama sekali tak berani melihat sang ayah yang pasti sudah marah besar padanya dan apa yang sedang ia lakukan dengan Rio. Terlebih ia bersama putra seteru abadinya saat ini. Tangannya memeluk lengan kiri Rio erat-erat, mencoba menjelaskan pada sang ayah jika ia tak ingin dipisahkan dengan sang kekasih dengan cara itu.
Dengan tekat yang sudah bulat, Rio tersenyum ramah di hadapan pak Tama yang sudah menatapnya dengan sangat geram. Sama sekali tak gentar dengan tatapan membunuh pria di hadapannya.
“selamat sore, bapak Pratama Umari.” Rio memberi salam sambil sedikit membungkukkan tubuh jangkungnya.
“masuk ke mobil, Alyssa!” perintah pak Tama tegas, bahkan terdengar seperti sebuah bentakan, tak mempedulikan ucapan salam Rio.
Ify menggeleng. Ia semakin mengeratkan pegangannya pada lengan Rio dan merapatkan tubuhnya pada tubuh kekasihnya.
“masuk papa bilang!” kali ini pak Tama benar-benar membentak.
Rio membelai puncak kepala Ify sambil memberi isyarat pada gadisnya itu untuk mengikuti apa yang diperintahkan san ayah.
“tapi kakak?”
“udah kamu masuk!” peritah Rio tak ingin menjanjikan apapun pada Ify.
Ify mengangguk dan melakukan apa yang diperintahkan ayahnya.
“maaf, saya lancang mencintai dan mengambil hati putri kesayangan bapak.” Ucap Rio sesopan mungkin.
“lupakan Ify! Jauhi dia! Sampai kapanpun hubungan kalian itu hanya akan menjadi mimpi indah kamu, Rio Haling!” balas pak Tama sengit.
“dan jangan salahkan kami jika larangan yang bapak berikan hanya akan menjadi sebuah kalimat sia-sia, saya tidak akan menjauhi Ify, apa lagi melupakannya.” Rio tetap tenang mengatakannya, sama sekali tak merubah nada bicaranya. Sama sekali tak beringsut ketakutan.
“anak tak tau diri! Kamu sama saja dengan ayah kamu!”
“saat ini saya berdiri di atas kaki saya sendiri, bukan dengan bantuan ayah saya, saya yang selalu mencintai putri bapak.”
PLAK!
Sebuah tamparan keras mendarat lagi di pipi Rio. Namun senyuman di wajahnya belum juga memudar.
“jauhi Ify!” perintah pak Tama tajam sebelum kembali memasuki mobilnya.
Rio masih belum beranjak sedikitpun dari tempatnya, melihat mobil mewah itu pergi semakin menjauh dan akhirnya menghilang di ujung jalan. Andai bisa, pasti ia sudah menghentikan kuda besi itu dan membawa sang kekasih pergi jauh agar tak ada orang lain yang mampu memisahkan.
Kedua tangan Rio mengepal kuat-kuat menahan emosi yang menggebu di dadanya, juga rasa kawatirnya terhadap Ify. Ia hanya bisa perpegang pada kepercayaan jika sekeras dan seburuk apapun orang tua, ia tak akan menyengsarakan anaknya sendiri. Ify akan baik-baik saja.
***
Pak Tama menarik tangan Ify kasar, membawa putri semata wayangnya itu ke dalam kamarnya dengan sangat marah. Ia tak masih tak habis pikir bagaimana Ify bisa menjalin hubungan hingga sejauh itu dengan putra dari rivalnya. Berita yang ia dengar dari antek-anteknya ternyata benar-benar terbukti.
“papa tidak mau tau, kamu harus putus dengan anak itu!” bentak pak Tama tanpa mempedulikan tangisan Ify yang sudah pecah semenjak di perjalanan tadi.
“enggak, pa! Ify sayang sama kak Rio.” Raung Ify. “kami nggak ada hubungannya dengan persaingan kalian kan?”
“kamu putri tunggal papa, dia pewaris utama HC, bisa kamu bilang tidak ada hubungannya?” pak Tama sejenak diam mengatur nafasnya yang sudah memburu. “lupakan Rio! Papa akan mempercepat pertunangan kamu dengan Alvin, akhir minggu ini.” sambungnya tegas, tanpa toleransi sedikitpun kemudian melangkah keluar dari kamar Ify.
“satu lagi! Papa akan meminta Alvin untuk mengawasimu! Dan handphone kamu papa sita!” ucap pak Tama dari ambang pintu sambil menunjukan ponsel Ify yang sempat ia sita.
Ify menangis sejadi-jadinya. Meratapi nasib dan jalan cintanya yang begitu terjal. Masihkah keajaiban cinta itu ada dan membuatnya bersatu kembali dengan Rio?
***
Hari sudah berganti beberapa menit yang lalu. Dini hari yang sangat tidak menyenangkan untuk Rio. Matanya yang nampak sangat lelah belum juga dapat terpejam. Menikmati kesunyian malam sambil berusaha menampikan rasa putus asanya.
Bayangan wajah Ify terus saja menghantuinya, tak sekejap pun hilang dari pelupuk matanya. Ia begitu merindukan gadisnya itu. Dan otaknya dipenuhi rasa kawatir akan keadaan Ify.
Entah sudah untuk keberapa kalinya jemarinya menyusuri papan tombol ponselnya berusaha untuk menghubungi si gadis yang sejak tadi menari di pikirannya, hanya sekedar ingin mendengar kabarnya dan memastikan bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja. Namun tak satupun panggilannya yang terjawab oleh si empunya, hanya costumer service dari operator yang menjawabnya, menerangkan jika nomor yang sedang Rio tuju sedang tidak dalam keadaan aktif.
Sudah ia duga sebelumnya, jika ayah Ify akan melakukan apapun untuk memisahkan putrinya dengan dirinya. Dan Rio yakin jika hal ini juga perbuatan ayah dari kekasihnya.
Kembali, Rio mendengus kelelahan. Ia merebahkan asal tubuhnya di atas tempat tidur. Berharap sedikit rasa lelahnya terobati dan matanya bisa terpejam walaupun sesaat.
***
Pagi sudah menyambut kembali. Begitu cepat hari berganti. Wala hari yang cerah ini tak juga membengkitkan semangat Rio untuk memulai kegiatannya yang ia yakin akan semaik berat hari ini.
Keadaannya cukup berantakan hari ini, matanya sedikit membiru dan berkantung karena kurang tidur. Wajahnya pucat karena kelelahan dan beban pikirannya.
Dan sepertinya keadaan akan bertambah buruk saat Rio melihat sang ayah berada di bagian ujung tangga paling bawah sambil menatapnya tajam. Rio berusaha acuh dan tetap melangkah melewati sang ayah seakan hanya ada sebuah patung yang berdiri di sana.
“Rio!” bentak pak Krishna merasa tidak dihargai.
Dengan rupa hidup tak mau matipun segan, Rio menoleh menanggapi sang ayah.
“memalukan kamu! Papa tau kamu kemarin hampir dihajar Umari karena membawa anak gadisnya, iya kan?” pak Krishna mengintrogasi putranya seakan Rio sudah melakukan kesalahan yang sangat besar.
“kalau papa tau, buat apa tanya Rio?” balas Rio sengit.
“papa sudah bilang, kamu harus lupakan Ify! Kamu punya segalanya, mudah untuk kamu mencari pendamping, dan jangan klan Umari!”
“enggak! Dan cuma Ify yang Rio mau!” tentang Rio.
Dua orang dengan watak yang sama-sama keras, egois, dan kepala batu beradu mulut, pasti akan sangat sulit mendapatkan sebuah jalan tengah karena keduanya bersikeras pilihan mereka masing-masing.
“lupakan dia atau semua fasilitas kamu papa cabut?”
Tanpa menunggu perintah, Rio menyerahkan kunci mobil, kunci motor, dan semua debit card serta uangnya kepada sang ayah. Ia sudah bertekat bulat untuk memilih dan memperjuangkan Ify. Sang Ayah menerimanya dengan tatapan tak percaya. Ada sejumput rasa bangga pada putranya, perbuatan dan kisah cinta Rio dan Ify mengingatkannya pada suatu hal di masa lalunya yang sebenarnya sudah ia kubur dalam-dalam, kini Rio menggalinya.
“bahkan kalau papa mengusir Rio, Rio akan pergi sekarang juga.” Ucap Rio seakan menantang. “Rio bisa hidup tanpa nama Haling!” lanjut Rio tegas kemudian melangkahkan kakinya keluar dari istana keluarganya.
Pak Krishna menatap punggung putranya yang semakin menjauh. Ia tak pernah ragu jika Rio dapat hidup tanpa dirinya, Rio memiliki kemampuan otak jauh melebihi orang lain sebayanya, bahkan ia bisa disejajarkan dengan banyak eksekutif muda –untuk ukuran dunia bisnis- yang memiliki usia jauh di atasnya. Pasti sangat mudah baginya mendapat pekerjaan. Namun, di sisi lain, ia kecewa dengan sikap Rio yang lebih memilih orang lain daripada orang tuanya sendiri. Semua ancamannya dengan mudah dimentahkan oleh Rio.
***
Dengan keadaan yang tidak berbeda jauh dengan Rio –sama-sama kacau- Ify berjalan berdampingan dengan Alvin menyusuri koridor sekolah. Ia terlihat tak ubahnya seperti mayat hidup yang terus pasrah mengikuti perintah Alvin yang kini melingkarkan tangannya di bahu mungilnya tanpa bisa ia tolak.
“kamu manis sekali hari ini, sayang..” ucap Alvin sambil membelai pipi Ify.
Ify sedikit mengelak, risih dengan perlakuan Alvin.
“oh, look at this! our engage’s invitation card, special for.. Rio Haling.” Dengan senang hati, seakan Ify akan bersorak girang melihatnya, Alvin mengibaskan pelan kartu undangan pertunangannya dengan Ify di hadapan gadis itu.
Ify menatap Alvin geram. Tak puas-puasnya Alvin mengganggu Rio. Ify tahu, sudah cukup berat bagi Rio mendengar ia akan bertunangan dengan orang lain, apa lagi jika Rio harus melihatnya bersanding dengan pria lain.
“Vin, please, jangan kasih itu ke kak Rio.” Mohon Ify.
“hey, dia juga harus kita bagi kebahagiaan kan? udahlah, hitung-hitung pesta perpisahan kalian.”
“lo jahat, Vin! Lo bukan Alvin sahabat gue dulu!”
“salah kalo gue berubah? Dan seharusnya gue udah lakuin ini dari dulu!” bentak Alvin karena Ify melawannya.
Ify menggeleng tak percaya, sekaligus sedih. Ia tak dapat lagi melihat sosok Alvin sebagai sahabatnya dulu, tempatnya berbagi suka dan duka. Yang ia lihat kini hanya Alvin yang sangat tergila-gila padanya hingga kehilangan akal sehatnya.
Tak tahan, Ify berlari menuju kelasnya. Tak lagi mempedulikan Alvin.
***
Gabriel diam di bangkunya, mencoba mencari solusi agar Rio yang sudah duduk di sebelahnya terlihat lebih baik. Ia tak tega melihat sahabat sejatinya itu begitu kacau dan berantakan. Sejak tadi tak sepatah katapun keluar dari bibir Rio, seakan separuh jiwanya hilang. Keadaan Rio sekarang bahkan jauh lebih mengenaskan dibading Rio si pangeran es dahulu.
“come on! Kalau lo mau berjuang, jangan kaya gini! Gue rasa lo bisa beneran mati kalau kehilangan Ify, it’s not good, bro.” Nasehat Gabriel.
“gue harus gimana?” tanya Rio yang akhirnya membuka mulutnya.
“jangan siksa diri elo sendiri! Lo inget, masih banyak hal yang harus lo perjuangkan!”
“pasti! Tapi jujur, gue pesimis.”
“gue yakin lo bisa! Dan gue yakin bolos beberapa jam buat tidur dan basket bisa bikin kondisi lo yang menyedihkan ini lebih baik.” Ujar Gabriel sambil menepuk pundak Rio, memberi sahabatnya itu sedikit semangat.
Tiba-tiba Alvin mendehem dari samping meja Rio dan Gabriel. Meminta perhatian.
Gabriel mendengus kesal. Sama sekali tak bernapsu melihat wajah Alvin.
“buat lo, Yo.” Ucap Alvin to the point sambil menyodorkan udangan yang ia bawa di hadapan Rio.
Rio hanya menatap Alvin sinis.
“jangan lupa dateng! Gue rasa tanpa elo pesta gue nggak seru.” Kata Alvin lagi sambil menaruh ransel di mejanya, kemudian kembali keluar kelas.
Rio mencelos membaca sampul lembaran kertas tebal yang diberikan Alvin. Ada nama Alvin dan Ify yang tertulis jelas dengan tinta emas di atas kertas berwarna krem itu.
Dengan satu remasan keras tangan Rio, kertas yang telah didesain dengan indahnya menjadi tak berbentuk. Emosi Rio benar-benar meluap kali ini.
“sabar, Yo! Gue yakin pertunganan itu nggak akan terjadi.” Gabriel berusaha menenangkan Rio, sebelumnya ia sempat mencuri baca apa yang tertulis pada kertas itu.
“gue yang akan bikin pertungangan itu tidak akan pernah terjadi.” Ucap Rio lirih namun terdengar sangat serius dan begitu yakin di telinga Gabriel.
bersambung...
kak sariiiiiiii ini kurang banyak #gampar #banyakmaunya
BalasHapuskak sari tau ga? cerbung kakak itu dari dulu tiap partnya pasti selalu bikin PENASARAN BANGET, BANGET loh ya kak...
aku juga suka cerbung2 kakak itu soalnya ada lawakan nya hihi
masa Rify mulu sih kak yg disiksa, sekali-kali alvin gitu ._.
ngomong2 soal alvin temen macem apa sih tu orang? sadisnya ga ketulungan gitu, ga punya hati! #emosi
etet terus itu rahasianya tuan besar haling apa sih kak? *penasaran*
Yowislah pokok'e lanjuttt, tapi cepet yow kak^^
Sekian dan Terima kasih *bungkuk bungkuk* :D :D
keyeeenn!! SUMPAH DEH NGGAK BOONG!!!
BalasHapusaduh itu jangan jangan masa lalu nya ayahnya Rio sama yaa kayak Rio dikekang gitu? *ea main nebak*
RIFY nya bersatu ya! ayo rio bawa kabur Ify aja waktu tunangan! #plak #abaikan
Rio gentle abis!!! Alvin nya siksa dong ka!!
pokoknya lanjut cepet deh!! oke oke?? Maksih :D
huaaaaaa...
BalasHapuscerbungnya ka' Sari tambah keren
keren
keren
keren
hehehe,, lanjut ya ka!
alvin jht bnget sama ify. itu sih bukan cinta namanya..
kak sari aku jadi fans kakak daaah ya alooh kak sumpah dagdigdug keren abis mau nangis bacanya :O kak alvin sama agni ajadeh, ify biar bisa sama abang rio terus kan kasian digangguin alvin mulu u,u
BalasHapusMaap sebelumnya kalo sksd gini yak:p
BalasHapusaku gatau tiba-tiba dapet blog kakak gini terus aku baca song of love dari part 1 sampe 9, dan bener-bener SERUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUUU BANGEEEEEEEEEEEEEEEETTTTTTT!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!apalagi yg awal-awalnya itu waktu ipi sm rio blm jadian wakakakak. tapi aku paling suka yang iel sama shilla:*****!!!em...sivianya kemanaaa??????oiyaaaa aku suka bgtbgtbgt sama perilaku(?) si riooo aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa~~~~~~~~~~~~Pokoknya lanjuuuuuuuuuuuuttttttttttt...........btw, ada twitter ga? biar bisa tau kalo udh ada lamjutannya hehehe:P
aduhhhh..bingung mau belain siapa.rio atau alvin -_-. sebenarnya yang salah bukan dua-duanya.sipenulis ni yang salah.ngasih siksaan gak nanggung-nanggung.parah banget....kwkwkwkwkw ;P
BalasHapuskereen banget :D
BalasHapussumpai deh!
feelnya dapet, terus kata22nya bagus .
semogaa rify ya :D
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskan berasa banget ne sesuatu #plak,harus bela siapa?Rio or Alvin kah,Ify aja deh,
BalasHapusKerenn bgt cerbungnyaa, lanjutin dong kak :)
BalasHapusnangis terus baca cerbung kakak.cerita ini seperti "bukan romeo juliet"so sweet abizzzz
BalasHapus